Menjawab Apologi Kristen (4): Bukankah Allah Dapat Mengampuni Saja?
Beberapa hari yang lalu saya
membaca sebuah artikel dari sebuah situs Kristen yang berjudul; Bukankah
Allah Dapat Mengampuni Saja? Di dalamnya, seorang kafir Kristen pemuja
Yesus yang menjadi member situs tersebut memberikan berbagai penjelasan logis
yang mungkin di anggap dapat diterima oleh akal, untuk menjawab sebuah
pertanyaan yang muncul seputar penebusan dosa oleh Yesus. Kafir Kristen pemuja
Yesus menyatakan bahwa Allah yang Maha Kuasa memang berkuasa mengampuni kita di
setiap waktu, namun dosa kita tidak bisa diampuni begitu saja karena Allah juga
Adil, dan konsekwen dengan hukum‐pokok keadilan-Nya adalah Dia harus menghukum
setiap dosa yang kita perbuat. Di satu
pihak Allah itu Maha Kasih, mau dan bisa mengampuni. Tetapi di lain pihak Allah
itu Maha Adil, apabila hanya sekadar “melupakan” atau “membiarkan” kesalahan
seseorang tanpa mempertanggung‐jawabkannya dengan suatu harga, yaitu yang
disebut penebusan. Jadi menurut kafir Kristen pemuja Yesus, Tuhan itu Maha
Kuasa untuk mengampuni, namun Kuasa-Nya itu tidak cukup bagi Tuhan untuk
sekedar melupakan atau membiarkan kesalahan seseorang tanpa balasan.
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Anda bertanya, mengapa ada
harga yang terlibat? Ya, pemahaman kita atas Azaz Pengampunan cenderung larut
menurut arti populer saja, bukan arti murninya. Untuk mencernakannya kembali,
kini pikirkanlah ada seorang anak Anda yang berbuat dosa terhadap Anda,
misalnya ia memberontak dan membakar tas kantor Anda. Anda pun marah. Mengapa?
Karena anda merasa dirugikan oleh perbuatan tersebut. Akhirnya sang anak sadar
akan perbuatan kesalahannya dan minta pengampunan, dan anda rela mengampuninya.
Ketika anda rela mengampuninya, itu IDENTIK dengan anda rela menyedot dan
membayar harga kerugian yang tadinya anda rasakan, yaitu kerugian moril maupun
materiil. Anda mengampuninya dengan jalan menebus harga tersebut! Jadi, dalam
setiap pengampunan ada harga yang harus dibayar, yang menuntut suatu penebusan!
Kini, karena sudah ditetapkan Allah sendiri bahwa setiap pelaku dosa harus
dihukum mati dalam kekekalan (dengan istilah “upah dosa adalah maut”, Kejadian
2:17, Roma 6:23), maka manusia tidak mungkin bisa membayar harga sebesar itu
dengan usaha amal‐ibadah atau cara apapun. Itu sama halnya dengan hukuman mati
di pengadilan yang tak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat
oleh si terhukum! Diperlukan pertolongan dan kekuatan dari luar sebagai
penyelamat atau penebus. Dicontohkan satu kasus tebusan sebagai berikut :
Ada cerita tentang seorang
wanita muda yang tertangkap di diskotik ketika sedang diadakan razia narkoba
oleh aparat negara. Ia dihadapkan ke meja‐hijau. Jaksa penuntut membacakan
dakwaan dan tuntutan. Maka, sang Hakim‐pun bertanya kepada si tertuduh : “Anda
bersalah atau tidak bersalah?” Gadis tersebut mengaku bersalah, minta ampun dan
ingin bertobat. Namun sang Hakim yang adil itu tetap mengetuk palunya mendenda
Rp. 10,000,000.‐‐ atau penjara 3 bulan. Tiba‐tiba terjadi hal yang mengagetkan
semua orang dalam sidang tersebut. Sang Hakim turun dari kursinya sambil
membuka jubahnya. Ia segera menuju kursi si terhukum, mengeluarkan uang 10juta
dari tasnya untuk membayar denda si gadis. Mengapa? Ternyata sang hakim
tersebut adalah bapak dari si gadis. Walau bagaimanapun cinta yang bapak kepada
anak‐gadisnya, ia tetaplah Hakim yang adil dan tidak bisa berkata : “Aku
mengampuni kamu, karena kamu menyesal dan bertobat”. Atau mengatakan : “Karena cintaku
kepadamu, maka Aku mengampuni kesalahanmu”. Hukum keadilan tidak memungkinkan
sang Hakim mengampuni dosa anaknya dengan sesukanya “tanpa prosedur harga”.
Maka ia yang begitu mengasihi anaknya bersedia turun dari kursi dan
menanggalkan jubah kehakimannya, lalu menjadi wali untuk membayar harga denda.
Inilah jalan satu‐satunya bagi seorang hakim yang adil untuk memberi
pengampunan bagi seorang terhukum yang dikasihinya.
Dan inilah analogi untuk Yesus
Kristus yang menanggalkan jubah keilahian-Nya dan turun ke dunia menjadi
manusia demi untuk membayar harga MAUT di kayu salib, yang tidak sanggup
dibayar oleh si pendosa sendiri yang sudah terhukum mati. Yesus telah
mengatakannya secara lurus, tanpa usah tafsiran, bahwa ‘Anak Manusia (Yesus)
datang untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan (nyawa) bagi banyak orang’
(Markus 10:45). Maka hak‐qisas (hukum pembalasan yang setimpal) terhadap hutang
nyawa, kini dipenuhi dalam kematian Yesus bagi manusia : “nyawa ganti nyawa, mata
ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan… luka ganti luka, bengkak
ganti bengkak” (Keluaran 21:24). Demi menebus kematian Anda dan saya!.
Jawaban Saya: Untuk mendukung keyakinan mereka tentang perlunya
seorang berdosa menyediakan tebusan, bukan hanya dengan taubat dan amal saleh,
kafir Kristen pemuja Yesus membuat analogi seorang anak yang berdosa kepada
bapaknya dengan memberontak dan membakar tas kantor bapaknya. Karena merasa
DIRUGIKAN, si bapak pun marah dengan perbuatan anaknya. Si anak menyadari akan
kesalahannya dan memohon pengampunan, dan si bapak rela mengampuni anaknya.
Ketika si anak menerima pengampunan dari bapaknya, kafir Kristen pemuja Yesus
menyebut itu IDENTIK dengan kerelaan si anak untuk membayar harga kerugian yang
tadinya dirasakan bapak si anak. Analogi tersebut sekilas masuk akal dan dapat
di terima, namun sama sekali tidak tepat jika hubungan bapak dan anaknya yang
berdosa dalam analogi tersebut, disamakan dengan hubungan Tuhan dan manusia
yang berdosa. Dalam analogi tersebut si bapak marah karena merasa DIRUGIKAN
karena tas kantornya di bakar oleh anaknya, sedangkan ketika manusia berdosa
kepada Tuhan, apakah Tuhan juga DIRUGIKAN dengan perbuatan dosa manusia?! Tentu
saja TIDAK! Walaupun seluruh manusia berdosa kepada Tuhan, Tuhan TIDAK akan
pernah DIRUGIKAN dengan perbuatan dosa manusia. Karena Tuhan TIDAK DIRUGIKAN,
maka tidak ada alasan bagi Tuhan untuk MENUNTUT manusia yang berdosa untuk membayar
harga kerugian. Jika anda menganggap Tuhan DIRUGIKAN dengan perbuatan dosa
manusia, dalam hal apa Tuhan harus merasa DIRUGIKAN?
Analogi lainnya yang dibuat kafir
Kristen pemuja Yesus adalah seorang wanita yang ditangkap karena kedapatan
menggunakan narkoba. Di depan persidangan, si wanita mengaku bersalah dan ingin
bertaubat. Namun hakim yang adil itu tetap mengetuk palunya mendenda Rp.
10,000,000 atau penjara 3 bulan. Tiba-tiba hakim turun dari kursinya sambil
membuka jubahnya, menuju kursi terhukum mengeluarkan uang 10 juta dari tasnya
untuk membayar denda si gadis. Mengapa? Ternyata sang hakim tersebut adalah
bapak dari si gadis. Analogi ini juga sangat tidak tepat. Si wanita yang dalam
analogi tersebut diharuskan membayar denda 10 juta, disamakan oleh kafir pemuja
Yesus dengan upah dosa (maut) yang harus dibayar oleh orang yang berdosa. Menyamakan
denda 10 juta dengan hukuman maut (mati) sebagai upah orang berdosa adalah sangat tidak tepat,
karena hukuman tersebut sama sekali tidak sebanding. Jika kafir Kristen pemuja
Yesus ingin membuat analogi yang tepat, harusnya si wanita tidak cukup di hukum
dengan denda 10 juta atau penjara 3 bulan. Agar sesuai dengan doktrin penebusan
dosa, si wanita harusnya di hukum dengan hukuman MATI. Hakim yang penuh kasih
kemudian turun dari kursinya menuju kursi terhukum. Memanggil dan menyerahkan
anak tunggal yang dikasihinya untuk di hukum MATI sebagai pengganti si wanita
yang harusnya di hukum MATI.
Melalui analogi, kafir Kristen
pemuja Yesus ingin menjelaskan doktrin penebusan dosa agar mudah dipahami. Karena
analogi yang dibuat sangat tidak tepat, penjelasan penebusan dosa yang di harap
jadi lebih mudah dipahami justru terkesan dibuat hanya sebagai upaya pembenaran
doktrin sesat mereka saja. Allah yang di sebut oleh kafir Kristen pemuja Yesus
sebagai Tuhan yang tidak akan melupakan atau membiarkan kesalahan seseorang
tanpa balasan, bertentangan dengan ucapan Yesus sendiri ketika mengajarkan
pengampunan (Markus 11:25-26, Lukas 6:37). Kafir Kristen pemuja Yesus
menganggap Allah yang maha adil harus menghukum perbuatan dosa kita, walaupun
kita sudah bertaubat dan memohon ampun. Mereka menganggap Allah tidak adil jika
hanya mengampuni dosa tanpa memberi hukuman. Padahal dengan menjadikan Yesus
sebagai penebus dosa, Allah justru terlihat tidak memiliki kasih karena tega
mengorbankan anak-Nya sendiri. Selain itu Allah juga tidak adil karena
menanggungkan dosa semua manusia kepada hanya satu orang anak-Nya. Dan
orang-orang yang benar-benar mencintai Yesus adalah orang-orang yang tidak
menjadikan Yesus sebagai penebus dosa.
yehezkiel18:9 hidup menurut ketetapanku dan tetap mengikuti peraturanku dgn berlaku setia adalah orng benar, dan pasti hidup. Demikian firman Tuhan Allah... Yehezkiel 18:21 ttpi jikalau orng fasik bertobat dri segala dosa yg dilakukannya dan berpegang teguh pd segala ketetapanku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tdk akan mati. Yehez 18:22 segala durhaka yg dibuatnya tdk akan diingat2x lg trhadap dia, ia akan hidup karena kebenaran yg dilakukannya.... zakaria 1:6 baca di bible... bukti bhw Tuhan sama sekali tidak meminta dan membutuhkan tebusan, apalagi konsep yesus sebagai penebus dosa manusia kpd Tuhan. Konsep penebusan dosa adalah omong kosong. Klo dibaca yesaya pasal 53 yg dianggap orng kristen sbg menggambarkan diri yesus yg rela berkorban, yesaya 53 bukan membicarakan Yesus.
BalasHapusYa pak kiyai, kalo semua harus logis gimana nasib kristen? Maksudnya untuk meluruskan yahudi malah hal paling dasar jadi bengkok. Dan mereka bangga dengan itu. Celakalah para pendusta yang merumuskan pilar2 agama seperti merumuskan teka teki.
BalasHapus